Batubara Membuat Pusing Negara
Salam Redaksi Majalah Global Energi Edisi 75
Oleh: Dr. Ibrahim Hasyim
BATUBARA MEMBUAT PUSING NEGARA
Harga batubara belakang ini terus merangkak naik. Bahkan diinformasikan untuk high kalori sudah mencapai kisaran 106 dollar AS per metric ton pada Senin (5/2/2018). Sudah pasti ini membuat pusing Direktur Utama PLN, Sofyan Basir. Bagaimana tidak, dengan harga batubara naik kisaran 50% dalam beberapa bulan ini, otomatis akan mempengaruhi biaya produksi listrik PLN sendiri. Kalau biaya produksi naik, hukum ekonominya ya harga jualnya harus naik juga.
Tetapi tahun 2018 ini kan tahun politik, menaikkan harga sebuah komoditi kebutuhan masyarakat luas, seperti haram hukumnya. Dampaknya dahsyat sekali terhadap ekonomi dan sosial politik. Kalau tariff listrik naik, mata rantainya panjang. Artinya, kalau tarif listrik naik, maka berbagai ongkos produksi, khususnya industri akan naik juga. Rumah tangga juga akan menanggung beban juga atas kenaikan tersebut. Ujung-ujungnya nanti berdampak pada inflasi, daya beli yang akan menurun dan berpotensi terjadinya masalah sosial.
Sofyan mengadu kepada Presiden Joko Widodo dan mengusulkan agar harga batubara untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dapat diatur. Hal itu diperlukan agar wacana kenaikan tarif listrik yang menghangat beberapa waktu terakhir, tidak sampai berkembang dan berlarut berkepanjangan. Usulan itu pun sesungguhnya sangat rasional, mengingat di dua tahun belakangan ini, komunitas industri pun menuntut agar harga gas bumi untuk industri diatur, agar industri nya bisa berdaya saing tinggi. Kita tahu semua kemudian, Presiden memerintahkan agar harga gas bumi untuk industri, ditetapkan maksimal US $ 6 per MMBTU.
Reaksi Sofyan, sepintas lalu terlihat seakan reaktif terhadap persoalan jangka pendek , karena batubara berperan 55 persen dari dari sumber energi yang digunakan PLN untuk membangkitkan energi listrik. Pada 2016, PLN sudah membelanjakan Rp 109 triliun untuk memenuhi kebutuhan batu bara mereka. Akan tetapi jika kita analisis lebih jauh, sebenarnya persoalan ini sangat strategis berdimensi jangka panjang, dikarenakan oleh beberapa hal.
Pertama; Sayang program penyesuaian tariff listrik belum dilakukan tuntas di tahun 2017, sehingga menimbulkan masalah pada saat ini dan kedepan, padahal sudah ada tanda tanda kenaikan harga batubara. Konsumsi batubara dunia meningkat karena dibanyak Negara mengganti gas bumi ke batubara yang lebih murah dan teknologi nya semakin bersih. Artinya harga batubara dimasa datang akan tetap dinamis,mengikuti kemampuan pasoknya.
Kedua; Peran batubara dalam bauran energi nasional , adalah yang terbesar dibanding sumber energi lain. Target di tahun 2030 mencapai 31 persen, dan sebagai pemakai terbesar justeru adalah pembangkit listrik sebagai sumber energi nya yang utama. Jadi bisa dibayangkan betapa eratnya hubungan batubara dengan pembangkit listrik dimasa depan, dan betapa sensitive nya harga listrik terhadap perubahan harga batubara.
Oleh karena itu, dimensi kegusaran Sofyan sebenarnya tidak hanya terletak pada persoalan jangka pendek perusahaan yang bisa dicari solusi seperti subsidi, akan tetapi persoalan harga batubara dengan harga listrik ini sebenarnya adalah persoalan Negara jangka panjang sehingga perlu ditetapkan kebijakan harga yang tepat.