514 Kabupaten/Kota/ Kuota BBM Ditetapkan Komite BPH Migas
Penetapan kuota bahan bakar minyak (bbm) perprovinsi/kabupaten/kota adalah bentuk pengaturan yang dilakukan Badan Pengatur hilir migas, agar bbm dapat terdistribusi diseluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia. Ada sejumlah 16 juta minyak solar dan 688 ribu kiloliter minyak tanah yang ditetapkan APBN 2016 harus dibagi ke 34 provinsi, ada 514 kabupaten/kota. Untuk bisa lebih teratur lagi, maka kuota itu dirinci lagi persektor konsumen, untuk konsumen transportasi, nelayan, pertanian, usaha mikro dan pelayanan umum. BBM penugasan Premium di luar Jawa Madura Bali sekalipun bukan lagi BBM bersubsidi, pun harus ditetapkan kuota per wilayah agar terdistribusi merata.
Angka-angka itulah yang kemudian menjadi acuan bagi badan usaha Pertamina dan AKR, 2 badan usaha yang ditugaskan untuk mendistribusikannya kepada masyarakat luas.
Pada sidang komite penetapan kuota per propinsi/kabupaten/kota tanggal 22 Februari 2016 yang lalu, dicatat beberapa hal penting.
1. Jenis bbm bersubsidi ternyata semakin hari berkurang konsumsinya, realisasi minyak solar 2015 hanya mencapai 83% dan minyak tanah mencapai 86% dari kuota yang ditetapkan. Sekalipun demikian, total kuota bbm subsidi tahun 2016 akan naik sebesar 13% dibanding dengan realisasi 2015 untuk mengantisipasi pertumbuhan ekonomi selama tahun 2016. Penurunan konsumsi minyak solar di tahun 2015 lebih disebabkan kelesuan ekonomi ceyang ditandai oleh menurunnya kegiatan angkutan barang, menurunnya kegiatan pertambangan karena kebjakan ekspor dan smelter serta dampak diversivikasi ke energi alternatif.
2. Penurunan konsumsi itu praktis terjadi disebagian besar provinsi/kabupaten/kota. Sedangkan penurunan konsumsi minyak tanah lebih disebabkan oleh konversi minyak tanah ke LPG 3 kg yang sampai sekarang telah berhasil menghemat subsidi senilai lebih dari Rp. 100 trilyun.
3. Itulah sebabnya pula disepanjang tahun 2015 tidak terjadi kelangkaan bbm seperti yang terjadi pada tahun tahun sebelumnya.. Praktek bbm illegal yang mengganggu distribusi praktis menghilang karena disparitas harga bbm subsidi dengan subsidi sudah tipis sekali dan itu sudah tidak memberi insentive yang cukup bagi pelaku.
4. Hal lain yang juga terekam adalah dampak rendahnya harga minyak dunia dan rendahnya konsumsi bbm dalam negeri, telah berpengaruh pada kinerja puluhan badan usaha bbm non subsidi. Pembukaan pasar hilir migas sesuai Undang Undang Migas No. 22/2001 yang sudah berumur 15 tahun ternyata tidak mudah berkembangnya, termasuk untuk pendistribusian bbm bersubsidi yang pada tahun 2016, pendulumnya mengarah ke posisi awal, market share Pertamina mengarah ke 99%, karena menurunnya kinerja badan usaha lain.