Dobo, Potret Wilayah Pinggir yang Perlu Perhatian
Di pulau Jawa, kalau ingin pergi tinggal berangkat, bisa milih jenis angkutan apa saja, terlebih pada saat saat libur panjang hari besar. Semua disediakan, semua ditambah dosisnya. Lain sekali dengan apa yang saya alami di Dobo. Tiba tanggal 23 desember 2016 dan begitu ke bandara besoknya untuk kembali ke Ambon, setelah tunggu berjam berkeringat panas, ternyata pesawat satu2nya dengan kapasitas 40 penumpang itu tidak jadi datang, entah karena apa. Padahal penumpang yg berangkat itu, pada membawa hadiah natal. Matanya pun terlihat berkaca kaca, hal yang sama juga ditemui di losmen. Mereka sedang menunggu kue dari Ambon, untuk acara Natal yang sudah dirancang jauh hari itu. Apa joleh buat, acara natal pun tanpa kue natal. Keadaan diperparah lagi karena bupati Dobo pun tertahan di Ambon, padahal dia di tunggu untuk acara Natal dengan masyarakat.
Itulah potret kecil kondisi disana, seakan tidak ada yang peduli, media pun tidak mewartakan apa yang terjadi di ujung sana, di sebuah kota yang masih dipertanyakan orang dimana letaknya. Namun paradox dengan penyediaan BBM kebutuhan natal dan tahun baru 2017. Pemerintah, BphMigas dan Pertamina sejak bertahun tahun selalu peduli dengan ketercukupan BBM. Sistim pemastian terlaksananya penyediaan, dibangun melalui pelaporan dan kunjungan langsung ke lokasi. Pada lokasi yang meningkat kebutuhannya, alokasi volume BBM ditambah, pasokan ke lokasi dipercepat, penyaluran ke masyarakat dilakaukan sampai malam hari, tapi kenapa pada angkutan pesawat udara bisa lain seperti itu? Bayangkan, disaat penumpang butuh, pesawat hanya satu2nya, tapi dengan mudahnya tidak terbang tanpa pengganti. Sesuatu yang mestinya tidak boleh terjadi lagi kapanpun. Disini tidak dibangun sistim pemastian ada pesawat, nah..buktinya bupati saja terkena dampaknya.
Kebijakan pembangunan nasional dari pinggir tidak boleh dilepas sendiri sendiri tanpa koordinasi, banyak kesulitan masyarakat yang belum terekam apalagi mencari dan menemukan solusinya. Tidaklah perlu tunggu Presiden datang. Dobo adalah penjuru untuk arus manusia dan barang dari masyarakat yang bertempat tinggal dan berusaha di kepulauan Arafura di Maluku. Banyak disana sentra2 kegiatan masyarakat penghasil devisa seperti perikanan di Benjina dan budi daya mutiara dibeberapa lokasi. Kebutuhan BBM pasti sangat dibutuhkan didaerah terpencil itu, ada nelayan yang menempuh perjalanan sampai 7 jam dengan menghabiskan 30 liter solar setiap datang untuk membeli 4 drum minyak solar kebutuhannya dan itu diulang setiap 2 hari. Pasti kondisi seperti ini juga terjadi di banyak lokasi lainnya di seluruh NKRI. Kondisi nyata ini membalikkan pendapat umum, pejabat maupun pengamat, bahwa dengan membuka hilir migas nasional lebar-lebar, maka pasar BBM akan hidup dinamis dan seluruh kebutuhan masyarakat akan dapat terpenuhi dengan lancar dan harga yang wajar.
Undang Undang Migas no.22 tahun 2001 telah berusia 15 tahun dan ternyata kondisi hilir migas tidak berkembang jauh. Masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan akses dan memperoleh kemudahan untuk memenuhi kebutuhan BBM. Permasalahan supply chain management di negara dengan geographis seperti Indonesia sangat rumit dan perlu jahitan khusus. Bayangkan sudah ada badan usaha niaga umum yang jumlahnya mendekati 200 buah. Berapa tambahan kapasitas infrastruktur BBM, apalagi yang mau membangun infrastruktur distribusi ke wilayah terpencil seperti di Arafuru ini. Nyatanya memang tidak ada, artinya pasti ada yang salah dengan kebijakan selama ini , perlu evaluasi dan tentu saja perlu solusi.Terminal BBM Dobo dengan 1 spbu, 1 spdn dan 3 apms, itulah mata rantai pasok BBM terjauh di Arafura yang notabene kaya sumberdaya, banyak komunitas masyarakat yang tinggal jauh terpencil, tidak mudah memenuhi kebutuhan BBM-nya, apalagi bicara satu harga.
Selama ini kita hanya sibuk membicarakan soal hulu migas yang terus turun produksinya yang pada suatu kala pasti akan tutup, tapi sedikit sekali kita membahas hilir migas yang kegiatannya pasti akan terus berkembang kedepan selama ada kehidupan ini. Karena itu, sebelum permasalahan hilir itu berkembang akut karena dinamika pasar dan apalagi dengan solusi tambal sulam, maka diperlukan adanya perubahan yang mendasar yaitu perubahan struktur pasar BBM domestik , suatu pasar yang menarik dan memberi kepastian investasi bagi badan usaha, terutama untuk bisa mengembangan supply chain dilokasi terpencil yang merupakan bagian dari upaya Pemerintah membangun negara dari pinggir. @hasyim_ibrahim