Mini LNG Adalah Kebutuhan Nasional

The 499-foot, 12,000-cubic-meter capacity I.M. Skaugen-Norgas Bahrain Vision was built in 2011.

Indonesia adalah negara pertama di dunia yang “memasak” gas bumi menjadi LNG. Di mulai dengan pembangunan kilang LNG Arun dilanjutkan kilang Bontang. Dunia berdecak kagum melihat Indonesia sebagai negara produsen LNG terbesar di dunia. Dengan itu kita sepertinya terbuai, berhenti ber inovasi untuk mengembangkan sejumlah kemanfaatan lain dari LNG dan akhirnya terjebak menjadi seperti penunggu pabrik sampai produksi gas habis seperti yang telah dialami  di kilang Arun.

Kita tidak berharap hal ini dari kehadiran kilang LNG Tangguh, Donggi Senoro dan kelak nanti Masela, berbuatlah sesuatu agar LNG itu lebih berdaya guna, bukan hanya sebagai penghasil devisa. Industri petrokimia, perikanan dan lainnya untuk kebutuhan dalam negeri.

Inovasi seharusnya terus tumbuh, sebagai dampak dari tekanan semakin membanjirnya pasokan LNG dunia dan tekanan sosial politik lainnya yang menuntut penggunaan gas di dalam negeri. Pergeseran seperti itulah yang sedang terjadi dibanyak negara. Negara produsen tidak lagi sepenuhnya hanya berorientasi ekspor dalam proyek skala besar.

Ambil contoh dari hasil kunjungan ke Norwegia. Negara produsen ini, kini memasok 21 persen kebutuhan LNG Eropa. Desakan sosial politik dalam negeri, memaksa Pemerintah dengan sangat serius mengembangkan pemakaian LNG dalam negeri, sekalipun jumlah kebutuhan sangat sedikit, hanya 2% dari total produksi, tapi regulasi dan kemampuan nasional dikelola untuk mengembangkan infrastruktur mini LNG untuk pemakaian domestik. Segala kemudahan dan keringanan diberikan kepada investor, juga kepada konsumen dalam bentuk keringanan pajak dan lainnya. Hasilnya menakjubkan, jumlah pemakaian dalam negeri tumbuh pesat terutama untuk menjangkau pulau dan lokasi terpencil yang sulit dijangkau pipa.

Data penjualan dari GasNor sebuah perusahaan besar penjual gas disana, menyebutkan, LNG telah dipakai dalam beberapa lini kehidupan, masing masing sebesar 56 % di industri, 34 % di kapal laut, 7 % di mobil dan sisanya di gedung dan rumah tangga. Kapal Ferry berlomba mengganti dan memakai LNG sebagai bahan bakar, karena dapat menekan biaya sampai 30 %. Kapal Tentara Angkatan laut pun sudah mulai memakainya.

(Visited 43 times, 1 visits today)

BELUM ADA TANGGAPAN

Tulis Tanggapan